Monday, September 24, 2012

Analisa sosial budaya monopoli edukasi 3D dengan system pembelajaran yang ada Indonesia


Kondisi atau fenomena yang terjadi :

Kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. dibuktikan dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survey dari lembaga yang sama Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia.
Apa makna data-data tentang rendahnya kualitas pendidikan Indonesia itu? Terdapat dua masalah pokok yaitu :
Pertama, kurikulum sudah baik, namun pesan yang seharusnya diterima kepada para siswa tidak terdelivered dengan baik. Kedua, rendahnya kualitas sarana pra-sarana fisik dan yang ketiga adalah rendahnya prestasi siswa.

kurikulum sudah baik, namun pesan yang seharusnya diterima kepada para siswa tidak terdelivered dengan baik.

Maksudnya, kurikulum telah menjelaskan kepada guru tentang apa yang seharusnya disampaikan, tetapi sang guru tidak diberi ilmu untuk membuat penyajian secara baik dan benar. Contohnya saja seperti kurikulum KBK beberapa tahun yang lalu, dimana siswanya diminta agar aktif, dan malahan guru menyuruh agar siswanya persentasi setiap pertemuan tanpa menjelaskan sepatah katapun. Dan guru malah bersikap pasif. Murid hanya menjelaskan yang dia mengerti dari buku saja dan itupun belum tentu semuanya benar. Terlebih lagi jika siswa presentasi kebanyakan tidak didengar oleh siswa lainnya dan cenderung membosankan. Dapat disimpulkan bahwa siswa tersebut pergi ke sekolah dan tidak mendapatkan apa-apa. Ini dikarenakan guru juga tidak mengerti betul seperti apa kurikulum yang berlaku sehingga salah dalam penerapannya.





Kurikulum di Indonesia juga tidak menentu, selalu berganti-ganti di tiap tahunnya. Kurikulum KBK dianggap kurang cocok sehingga kurikulum pun berganti lagi menjadi kurikulum sebelumnya, yakni kurikulum 1994. Cara pengajaran yang berubah-ubah inilah yang membingungkan guru dalam mengajar, sehingga kualitas mengajar guru di sekolah juga kurang dapat dipahami oleh siswa. karena hal ini, bimbingan belajar menjamur di kalangan masyarakat, bimbel merupakan wujud kapitalisasi pendidikan. Zaman sekarang bagi sebagian besar siswa, mengikuti bimbel adalah sebuah keharusan, sungguh miris. Lalu apakah fungsi dari belajar di sekolah itu sesungguhnya jika siswa gencar dalam mencari ilmu diluar sekolah itu sendiri. Tak hanya itu, banyak sekali menemui siswa pulang sekolah dan langsung bermain game online di warnet-warnet terdekat. Warnet selalu sipenuhi siswa yang bermain game baik pada jam pulang sekolah, jam belajar maupun pada saat jam sekolah itu sendiri.

Rendahnya Kualitas Sarana Pra-sarana Fisik


Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Ada buku pun, minat belajar siswa juga rendah dan mereka lebih banyak bermain daripada belajar. Laboratorium yang tidak sesuai standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya. Data Balitbang Depdiknas menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).




Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. Semua terjadi berasal dari masalah-masalah sebelumnya, yakni masalah 1 dan 2. Dimana ketidaktahuan guru dalam penyampaian pembelajaran yang dan juga siswa yang enggan untuk belajar dan lebih senang untuk bermain dalam imajinasinya sendiri.
itulah yang membuat saya tertarik untuk merancang sebuah produk board game yang telah ada namun memiliki unsur edukasi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum saat ini sehingga mudah sekali dicerna dan dipahami oleh siswa dan siswa pun tidak sadar bahwa ia sedang belajar padahal mereka sedang bermain.

Dasar acuan berupa polling kuesioner :









Kesimpulan dari 38 responden yang mengisi kuesioner, bahwa siswa lebih senang bermain sambil belajar dan bermain juga menjadi hal yang penting bagi mereka. Diantara 38 responden 36 diantaranya pernah bermain monopoli dan 19 diantaranya memilih menyukai game monopoli daripada game lainnya. Dari mata pelajaran yang paling disukai siswa adalah pelajaran seni dan music dengan alasan memang pelajarannya menyenangkan. Dan yang tidak disukai oleh siswa adalah pelajaran matematika dan pengetahuan social.

solusi yang di ambil untuk menyelesaikan permasalahan :

saya merancang sebuah produk board game berdasar board game yang telah ada sebelumnya namun memiliki unsur edukasi pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum saat ini sehingga mudah sekali dicerna dan dipahami oleh siswa dan siswa pun tidak sadar bahwa ia sedang belajar padahal mereka sedang bermain. Dan berdasar data di atas juga bahwa siswa lebih senang bermain daripada belajar dan monopoli juga menjadi game favorit siswa. Jadi dari polling sana jugalah saya akan merancang game monopoli yang memiliki media pembelajaran siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku, contohnya saja jika siswa tidak senang pengetahuan social tentu saya akan menyisipkan quest(tantangan) dalam game tersebut berupa pertanyaan maupun catatan mengenai ilmu social. Sehingga sadar atau tidak sadar siswa akan belajar dalam bermainnya tersebut.












No comments: